Mengapa Pilih Ganesha-One?
Koeshartati Saptorini adalah pemilik dan pengajar bimingan belajar "Ganesha-One"
Lembaga Pendidikan Ganesha-One didirikan atas dasar kepedulian dan keprihatinan akan sangat kurangnya bimbingan belajar yang mengedepankan nilai-nilai mendidik kepada anak. Menjamurnya bimbel yang mengajarkan cara cepat mengerjakan soal juga menjadi keprihatinan kami.
Nilai-nilai pendidikan akan melenceng dari tujuan yang sebenarnya bila murid hanya diarahkan mementingkan hasil akhir; nilai UN harus bagus, raport harus bagus, dll. Prinsip dan konsep dasar suatu mata pelajaran tidak akan dipahami dan dikuasai oleh anak. Anak hanya ahli dalam menjawab “titik-titik” tanpa menguasai konsep dasar materi.
Menjadi hal yang latah bila banyak bimbel menawarkan program- semua materi pelajaran (matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dll) diajarkan di bimbel tersebut; 5 materi pelajaran diajarkan 3x dalam seminggu! Maka banyak bimbel mengajarkan cara cepat mengerjakan soal tanpa memperhatikan kaidah pengajaran yang benar. Yang terbentuk kemudian adalah generasi yang hanya mampu menjawab “titik-titik” tanpa penguasaan ilmu yang memadai. Hal ini akan menjadi hambatan tatkala anak kita menempuh ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak kita akan kesulitan memahami tingkatan ilmu yang lebih tinggi karena sebelumnya hanya mampu menjawab “titik-titik” tanpa penguasaan konsep dasar teori yang matang.
Apa yang diajarkan di Ganesha-one?
Anak perlu juga diajarkan dan diberi kesempatan untuk berlatih secara mandiri. Maka tidak semua pelajaran harus kita dampingi. Untuk itulah lembaga pendidikan Ganesha-One mengkhususkan diri membimbing anak SD khusus matematika, SMP Matematika dan pengenalan fisika, SMA matematika-fisika-kimia.
Dengan pengalaman mengajar 15 tahun, Ganesha-One sangat mengetahui bahwa yang perlu diajarkan kepada anak adalah perubahan sikap belajar. Yang terpenting adalah memotivasi anak untuk mau belajar mandiri dan semangat untuk mempelajari suatu hal yang baru. Kreatifitas, semangat, dan kemandirian sangat menentukan keberhasilan belajar.
Ganesha-One menjadikan pelajaran matematika sebagai sarana untuk pembentukan sikap belajar anak. Anak akan diajarkan konsep dasar matematika (sesuai kelas) dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. Setelah konsep dikuasai, anak akan dilatih mengerjakan soal secara mandiri dan percaya diri. Selanjutnya anak diberi PR untuk latihan di rumah, dengan aturan harus dikerjakan sendiri (tanpa dibantu saudara atau orang tua sedikitpun).
Apa keuntungan mengikuti les di Ganesha-One?
Orang tua tidak perlu lagi kerepotan mengajari matematika kepada anak-anak. Hampir semua orang tua mengatakan, “Kami sekarang sudah lepas dan tidak pernah lagi mengajari matematika pada anak-anak.” Memang komitmen kami adalah pada saat anak sudah menjadi siswa Ganesha-One, kami menyarankan orang tua murid untuk tidak mengajari anak dalam mengerjakan PR math baik dari sekolah maupun PR math dari Ganesha-One.
Murid hasil didikan kami mampu mengalahkan siswa pandai dari tempat bimbel lain, bahkan kursus math dari negara maju sekalipun. Ini sudah kami buktikan dengan mengadu kecepatan berhitung dan daya nalar dari siswa kami yang baru belajar enam bulan di Ganesha-One dengan siswa pandai dari kursus “top” khusus math yang sudah belajar sekitar enam tahun.
Kompetensi, pengalaman, dan dedikasi Pengajar Ganesha-One sudah diakui oleh banyak pihak.
Kesan pertama dari murid yang pandai dan berasal dari sekolah “Top” misalnya SMAK 1 dan 7 Penabur, SMAN 68 Jkt, SMP/SMA Labs School Jkt, dll, yang belajar di tempat kami adalah…………
“guru di Ganesha-One membuat pelajaran matematika menjadi mudah dan menyenangkan.”
Kesan pertama dari salah seorang anak yang malas belajar adalah, “Wah, Ma, PR-nya banyak sekali! Tapi tidak apa-apa kok, Ma. Sekarang aku jadi mengerti Matematika. Aku bisa mengerjakannya!”.
Bimbel Ganesha-One memang bertujuan agar anak yang sudah pandai menjadi lebih pandai lagi, sedangkan anak yang belum pandai kami berubah menjadi pelajar yang rajin dan kemudian menjadi pandai. Tentu saja diperlukan kerjasama antara guru, anak, dan orang tua. Maka rata-rata dari murid kami malu jika mereka mendapat nilai ulangan 7 untuk pelajaran IPA/Math.
90% dari murid Ganesha-One menjadi murid yang percaya diri dan menyadari bahwa ternyata aku bisa jika aku mau. Perasaan diri bahwa mereka adalah anak-anak yang pandai jika mereka mau, perlu ditumbuhkan pada anak-anak. Apapun hasilnya, orang tua harus terus mendukung dan memberi semangat kepada anak.
Bagaimana Hasilnya?
Hasil UN tahun 2008/2009 yang baru lalu, sebagian besar murid Ganesha-One berhasil meraih nilai UN matematika SMP di atas nilai 9,00.
1. Amanda – SMPI Al-Azhar Pusat, Jkt – UN matematika = 10
2. Fikri – SMPI Al-Azhar 8, Bks – UN matematika = 10
3. Amanda – SMP Labschool, Jkt – UN matematika = 10
4. Hanif – SMP Labschool,Jkt – UN matematika = 10
5. Nenis – SMPN 12, Bks – UN matematika = 9,75
6. Nadia Izza – SMPN 12, Bks – UN matematika = 9,75
7. Yora – SMPI Al-Azhar Klp Gading, Jkt – UN matematika = 9,75
8. Yoga – SMPN 12, Bks – UN matematika = 9,50
9. Tyas – SMPI Al-Azhar, Bks – UN matematika = 9,50
10. Adi – SMP Labschool, Jkt – UN matematika = 9,00
11. Ifan – SMPN 252, Jkt – UN matematika = 9,00
12. Dita – SMPN 12, Bks – UN matematika = 8,75
13. Benny – SMP Strada, Bks – UN matematika = 6,25
14. Asw – SMPN 29, Bks – UN matematika = 5,00
Tuesday, April 20, 2010
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD, panduan lengkap dan praktis"
Buku ini memasuki cetakan kedua. Insya Allah, akan banyak membantu anak-anak, guru, dan orang tua di Indonesia dalam menghadapi pelajaran matematika SD.
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD" saya dedikasikan buat anak-anak Indonesia
Buku "Ringkasan Matematika SD,panduan lengkap dan praktis"
Buku itu bisa menjadi pengganti guru les saat anak mengerjakan latihan matematika di rumah.
Bisa juga menjadi buku pegangan yang penting di sekolah,karena isi buku tersebut terbukti sudah banyak memintarkan anak-anak dalam pelajaran matematika.
Dari buku itu orang tua juga bisa mengetahui bagaimana cara mengajarkan matematika pada anaknya. Bahkan ketika orang tua kelelahan dan tidak sempat mengajarkan konsep matematika pada anak, orang tua bisa menyuruh anaknya untuk membaca materi "satu bab" yang tengah dipelajari di sekolah. Anak pun akan mengatakan, "Oh iya, aku mengerti sekarang!".
Mengapa saya berani berbicara demikian? Karena isi dari buku itu dan penerapannya sudah saya uji cobakan pada murid-murid saya sejak tahun 1999. Dan terbukti berhasil!
Ketika salah seorang murid bertanya ttg suatu materi yang belum dia mengerti, saya sering menguji kemandirian murid dengan buku ini. "Baca contoh soal ini, pahami. Kalau sudah paham, kerjakan soal yang akan kamu tanyakan tadi!" Jawaban murid saya adalah, "Yes! Saya mengerti sekarang!"
90% dari murid-murid saya adalah anak yang percaya diri dan mandiri. Saya tidak menekankan nilai sebagai tujuan akhir. Proses belajar yang baik yang saya tekankan. Bagaimana hasil dari proses belajar yang saya ajarkan pada murid-murid? Bagi murid saya, nilai 90 bukanlah nilai yang menggembirakan. Mereka sering gemas karena mereka merasa bisa.
Mari. Saya ingin mengajak anak-anak Indonesia, agar tidak takut menghadapi pelajaran matematika. Matematika itu mudah dan menyenangkan.
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD. Panduan Lengkap dan Praktis."
Buku itu mewakili saya untuk mengajarkan matematika secara mudah dan menyenangkan bagi anak-anak Indonesia.
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD" saya dedikasikan buat anak-anak Indonesia.
Bisa dibeli di toko buku terdekat.
Judul buku: RINGKASAN MATEMATIKA SD. Panduan Lengkap dan Praktis.
Pengarang: Ir. Koeshartati Saptorini (Pengajar & Instruktur Sains dan Matematika)
Editor ahli: Ahmad Baiquni
Buku itu bisa menjadi pengganti guru les saat anak mengerjakan latihan matematika di rumah.
Bisa juga menjadi buku pegangan yang penting di sekolah,karena isi buku tersebut terbukti sudah banyak memintarkan anak-anak dalam pelajaran matematika.
Dari buku itu orang tua juga bisa mengetahui bagaimana cara mengajarkan matematika pada anaknya. Bahkan ketika orang tua kelelahan dan tidak sempat mengajarkan konsep matematika pada anak, orang tua bisa menyuruh anaknya untuk membaca materi "satu bab" yang tengah dipelajari di sekolah. Anak pun akan mengatakan, "Oh iya, aku mengerti sekarang!".
Mengapa saya berani berbicara demikian? Karena isi dari buku itu dan penerapannya sudah saya uji cobakan pada murid-murid saya sejak tahun 1999. Dan terbukti berhasil!
Ketika salah seorang murid bertanya ttg suatu materi yang belum dia mengerti, saya sering menguji kemandirian murid dengan buku ini. "Baca contoh soal ini, pahami. Kalau sudah paham, kerjakan soal yang akan kamu tanyakan tadi!" Jawaban murid saya adalah, "Yes! Saya mengerti sekarang!"
90% dari murid-murid saya adalah anak yang percaya diri dan mandiri. Saya tidak menekankan nilai sebagai tujuan akhir. Proses belajar yang baik yang saya tekankan. Bagaimana hasil dari proses belajar yang saya ajarkan pada murid-murid? Bagi murid saya, nilai 90 bukanlah nilai yang menggembirakan. Mereka sering gemas karena mereka merasa bisa.
Mari. Saya ingin mengajak anak-anak Indonesia, agar tidak takut menghadapi pelajaran matematika. Matematika itu mudah dan menyenangkan.
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD. Panduan Lengkap dan Praktis."
Buku itu mewakili saya untuk mengajarkan matematika secara mudah dan menyenangkan bagi anak-anak Indonesia.
Buku "RINGKASAN MATEMATIKA SD" saya dedikasikan buat anak-anak Indonesia.
Bisa dibeli di toko buku terdekat.
Judul buku: RINGKASAN MATEMATIKA SD. Panduan Lengkap dan Praktis.
Pengarang: Ir. Koeshartati Saptorini (Pengajar & Instruktur Sains dan Matematika)
Editor ahli: Ahmad Baiquni
Catatan kecil: Mengajar anak usia SMP dan SMA
Salah seorang murid yang suka saya godain berkomentar,"Hahahaha...Ibuuu,nulis di koran,kalo ngajar nggak boleh pakai marah-marah.nanti belajar nggak akan efektif. Ibu bisa dituntut,ngomong kayak gitu." Dia tertawa saat mengucapkan ini, karena anak-anak memang dekat sama saya.
Saya bukan tipe guru galak,tapi lebih ke arah disiplin. Pada salah seorang ketua osis labschool (2009) ,saya bilang,"Kegiatan osis tidak boleh mengalahkan les di bu rini, walaupun kamu ketua. Saat les harus tetap les apapun alasannya." Kalau sudah berbicara seperti itu, mimik muka saya buat serius sehingga murid tahu keseriusan saya.
Suatu saat, murid saya tidak bisa datang les karena ada les saxophone di tempat lain. Saya bilang ke murid itu, "Kalau matematikamu remedial, kamu minta diajari sama guru saxophone itu yaaa. Jangan sama bu rini." Murid saya cuma terdiam.
"Ibuuu, mohon maaf saya terlambat datang les karena ada latihan tari Saman untuk pentas." begitu sms murid perempuan saya yang lain. Sengaja, tidak saya jawab sms itu, karena saya memang suka akting di depan murid-murid agar waktu belajar tidak terganggu oleh kegiatan yang lain.
Namun saya juga akan mendorong murid yang hobinya hanya belajar. "Ani, berkegiatan dan berorganisasi itu sama pentingnya dengan belajar. Karena kemampuan berorganisasi sangat berguna ketika kamu kerja nanti.
"Budi, tolong terangkan materi trigonometri ini pada temanmu."
"Nggak bisa ah, Bu. Saya nggak bisa ngomongnya."
"Ayo, kalian harus berani dan mau ngomong di depan teman-teman kalian. Nanti suatu saat kalian jadi direktur, presiden, menteri, manager, dll, harus bisa ngomong."
Akhirnya, hampir semua murid saya mau berbicara di depan kelas untuk menerangkan suatu materi pada temannya.
Bagi saya,tugas guru bukan hanya mengajarkan materi. Tetapi ada tugas yang sangat mulia yaitu mendidik, membuat anak-anak menjadi berkembang.
Saya selalu menekankan pada murid untuk membagi waktu antara bermain, belajar, berkegiatan, dan berorganisasi secara seimbang.
Saat mengajar, serius sekali ketika mengajar. Hingga jika ada pulpen jatuh pun, murid-murid tidak akan serta-merta mengambilnya. Saat memulai mengajar, pandangan saya edarkan ke seluruh kelas. Saat masih ada satu anak saja mencari-cari alat tulis di tas, saya tunggu anak tersebut hingga ia merasa sungkan sendiri.
Ketika semua mata sudah tertuju ke layar infokus, baru saya mulai pelajaran tersebut. Saya selalu bilang ke anak-anak, "Pelajaran matematika membutuhkan konsentrasi. Jadi tolong, saat bu rini mengajarkan materi,kalian konsentrasi penuh. Dengan konsentrasi saja, belum tentu kalian langsung mengerti. Apalagi kurang konsentrasi."
Alhamdulillah, proses belajar di tempat saya menjadi sangat nyaman dan tanpa beban. Karena murid tahu, kapan saat mereka bercanda, kapan saat mereka berkonsentrasi. Murid tidak merasa terbebani karena saya tidak mengharuskan mereka mencapai nilai tinggi maupun nilai sempurna. Yang saya tekankan adalah proses belajar dan usaha belajar. Nilai baik pasti akan mengikutinya.
Salah seorang teman, Yanti - PL'90, sampai merasa heran ketika mengamati langsung bagaimana saya mengajarkan materi pada anak-anak. "Santai sekali sikapmu, Rin. Tanpa beban sama sekali. Kamu pun tidak pernah melihat hasil pekerjaan murid. Bagaimana kamu yakin murid-muridmu bisa mengerjakan soal?"
Begitu saya mengucapkan setiap kata dan setiap kalimat, saya akan selalu bertanya pada murid, "Mengerti?" Kalau murid diam saja, berarti masih berpikir. Saya tunggu sejenak mereka berpikir. "O, iya Bu, saya mengerti." "Bu, saya masih belum ngerti yang itu..." kata murid yang lain. "Nabil, tolong terangkan pada temanmu. Mengapa bisa seperti itu." Jawaban murid yang lain, "O iya, O iya, ngerti-ngerti." katanya sambil tertawa.
Setelah saya yakin, semua anak bisa, saya baru melanjutkan pada kalimat dan langkah selanjutnya.
Tetapi ada juga satu atau dua anak masih belum mengerti. Biarkan saja dulu, nanti juga lambat laun akan mengerti. Saya tidak akan memaksakan anak harus paham saat itu juga dengan materi yang kita ajarkan. Menghadapi anak seperti ini, saya katakan pada anak itu agar bertanya bagaimana caranya mendapat jawaban dari temannya yang sudah lebih dahulu paham.
Pemberian motivasi merupakan bagian terpenting dalam proses belajar. "Ayo, nak, kamu bisa karena kamu pintar. Ayo, berpikir sejenak, pasti bisa."
Anak akan merasa bahagia saat belajar jika mereka merasa bisa dengan materi yang dipelajarinya. Oleh karena itu setiap materi pelajaran saya uraikan menjadi langkah-langkah kecil sehingga hampir semua murid dapat memahaminya. "Waaaah, ternyata trigonometri itu asyik ya? Lucu, mudah, dan tidak seperti yang saya bayangkan." komentar Nenis. Sekolah Nenis belum mengajarkan trigonometri, namun dia bisa dengan mudah menyerap materi trigono yang saya ajarkan. Begitu juga komentar teman-teman Nenis yang lain.
Biasanya murid pulang dari rumah saya dengan perasaan bahagia karena mereka merasa bisa.
Tetapi adakalanya anak pulang dengan rasa gundah gulana. Ini biasanya terjadi pada murid yang terlalu "ndableg" untuk diingatkan. Model anak-anak seperti ini biasanya juga punya banyak masalah di rumah dan di sekolah, hingga orang tuanya merasa angkat tangan. Menghadapi anak seperti ini, saya bersikap tegas, "Nurut sama bu rini, biar kamu jadi anak pintar! Mau nurut atau tidak? Karena kamu pada dasarnya pintar." Biasanya mereka menjawab, "Mau, Buu.' sambil tertunduk.
Butuh waktu satu tahun untuk "menjinakkan" model anak seperti ini.
Hingga suatu saat, saya pernah memiliki murid yang paling "ndableg" dan akhirnya paling sayang terhadap saya. Belum pernah ada guru les yang bertahan lama menghadapi anak itu. Dua minggu les di Lia dikeluarkan oleh pihak Lia karena main sepak bola dalam kelas saat guru menerangkan. Waktu itu, saya bersikap amat sangat galak terhadapnya. Bukan saja dia berani melempar kulit kacang ke arah kepala saya, tetapi kata-kata "binatang kaki empat" juga keluar ketika mengumpat saya. Tetapi saya tidak mau kalah dengan anak model seperti ini. Hingga kemudian, hubungan emosional antara saya dengan anak ini menjadi sedemikian dekatnya. Kita suka makan bakso bareng, makan empek-empek bareng, di saat-saat les. Waktu les 2 jam hanya kita gunakan 1/2 jam, selebihnya untuk makan bareng-bareng bersama dengan teman satu kelompoknya.
"Mengapa orang tua tidak protes?" Karena orang tua memang sudah menitipkan anaknya pada saya, dan mereka tahu apa yang saya lakukan terhadap mereka. Bagaimana hasilnya? Mereka saat ini bersekolah di sekolah "urutan atas" di Jakarta dan dikenal pintar di sekolahnya. "I love you, son!"
Catatan:
Ini adalah catatan pengalaman saya mengajar anak usia SMP (kelas 2 dan 3) dan SMA.
Bagi ortu yang mempunyai anak usia SD, pola pengajaran seperti ini kurang cocok diterapkan pada mereka.
Suatu saat, insya Allah saya akan menuliskan bagaimana menghadapi anak usia SD. Yang pasti harus dengan suasana "fun". Hingga anak-anak tidak menyadari bahwa mereka telah belajar banyak saat belajar sama saya. Anak kelas 1 SMP pun, masih saya perlalukan seperti anak-anak SD, hanya ada perbedaan sedikit.
Saya bukan tipe guru galak,tapi lebih ke arah disiplin. Pada salah seorang ketua osis labschool (2009) ,saya bilang,"Kegiatan osis tidak boleh mengalahkan les di bu rini, walaupun kamu ketua. Saat les harus tetap les apapun alasannya." Kalau sudah berbicara seperti itu, mimik muka saya buat serius sehingga murid tahu keseriusan saya.
Suatu saat, murid saya tidak bisa datang les karena ada les saxophone di tempat lain. Saya bilang ke murid itu, "Kalau matematikamu remedial, kamu minta diajari sama guru saxophone itu yaaa. Jangan sama bu rini." Murid saya cuma terdiam.
"Ibuuu, mohon maaf saya terlambat datang les karena ada latihan tari Saman untuk pentas." begitu sms murid perempuan saya yang lain. Sengaja, tidak saya jawab sms itu, karena saya memang suka akting di depan murid-murid agar waktu belajar tidak terganggu oleh kegiatan yang lain.
Namun saya juga akan mendorong murid yang hobinya hanya belajar. "Ani, berkegiatan dan berorganisasi itu sama pentingnya dengan belajar. Karena kemampuan berorganisasi sangat berguna ketika kamu kerja nanti.
"Budi, tolong terangkan materi trigonometri ini pada temanmu."
"Nggak bisa ah, Bu. Saya nggak bisa ngomongnya."
"Ayo, kalian harus berani dan mau ngomong di depan teman-teman kalian. Nanti suatu saat kalian jadi direktur, presiden, menteri, manager, dll, harus bisa ngomong."
Akhirnya, hampir semua murid saya mau berbicara di depan kelas untuk menerangkan suatu materi pada temannya.
Bagi saya,tugas guru bukan hanya mengajarkan materi. Tetapi ada tugas yang sangat mulia yaitu mendidik, membuat anak-anak menjadi berkembang.
Saya selalu menekankan pada murid untuk membagi waktu antara bermain, belajar, berkegiatan, dan berorganisasi secara seimbang.
Saat mengajar, serius sekali ketika mengajar. Hingga jika ada pulpen jatuh pun, murid-murid tidak akan serta-merta mengambilnya. Saat memulai mengajar, pandangan saya edarkan ke seluruh kelas. Saat masih ada satu anak saja mencari-cari alat tulis di tas, saya tunggu anak tersebut hingga ia merasa sungkan sendiri.
Ketika semua mata sudah tertuju ke layar infokus, baru saya mulai pelajaran tersebut. Saya selalu bilang ke anak-anak, "Pelajaran matematika membutuhkan konsentrasi. Jadi tolong, saat bu rini mengajarkan materi,kalian konsentrasi penuh. Dengan konsentrasi saja, belum tentu kalian langsung mengerti. Apalagi kurang konsentrasi."
Alhamdulillah, proses belajar di tempat saya menjadi sangat nyaman dan tanpa beban. Karena murid tahu, kapan saat mereka bercanda, kapan saat mereka berkonsentrasi. Murid tidak merasa terbebani karena saya tidak mengharuskan mereka mencapai nilai tinggi maupun nilai sempurna. Yang saya tekankan adalah proses belajar dan usaha belajar. Nilai baik pasti akan mengikutinya.
Salah seorang teman, Yanti - PL'90, sampai merasa heran ketika mengamati langsung bagaimana saya mengajarkan materi pada anak-anak. "Santai sekali sikapmu, Rin. Tanpa beban sama sekali. Kamu pun tidak pernah melihat hasil pekerjaan murid. Bagaimana kamu yakin murid-muridmu bisa mengerjakan soal?"
Begitu saya mengucapkan setiap kata dan setiap kalimat, saya akan selalu bertanya pada murid, "Mengerti?" Kalau murid diam saja, berarti masih berpikir. Saya tunggu sejenak mereka berpikir. "O, iya Bu, saya mengerti." "Bu, saya masih belum ngerti yang itu..." kata murid yang lain. "Nabil, tolong terangkan pada temanmu. Mengapa bisa seperti itu." Jawaban murid yang lain, "O iya, O iya, ngerti-ngerti." katanya sambil tertawa.
Setelah saya yakin, semua anak bisa, saya baru melanjutkan pada kalimat dan langkah selanjutnya.
Tetapi ada juga satu atau dua anak masih belum mengerti. Biarkan saja dulu, nanti juga lambat laun akan mengerti. Saya tidak akan memaksakan anak harus paham saat itu juga dengan materi yang kita ajarkan. Menghadapi anak seperti ini, saya katakan pada anak itu agar bertanya bagaimana caranya mendapat jawaban dari temannya yang sudah lebih dahulu paham.
Pemberian motivasi merupakan bagian terpenting dalam proses belajar. "Ayo, nak, kamu bisa karena kamu pintar. Ayo, berpikir sejenak, pasti bisa."
Anak akan merasa bahagia saat belajar jika mereka merasa bisa dengan materi yang dipelajarinya. Oleh karena itu setiap materi pelajaran saya uraikan menjadi langkah-langkah kecil sehingga hampir semua murid dapat memahaminya. "Waaaah, ternyata trigonometri itu asyik ya? Lucu, mudah, dan tidak seperti yang saya bayangkan." komentar Nenis. Sekolah Nenis belum mengajarkan trigonometri, namun dia bisa dengan mudah menyerap materi trigono yang saya ajarkan. Begitu juga komentar teman-teman Nenis yang lain.
Biasanya murid pulang dari rumah saya dengan perasaan bahagia karena mereka merasa bisa.
Tetapi adakalanya anak pulang dengan rasa gundah gulana. Ini biasanya terjadi pada murid yang terlalu "ndableg" untuk diingatkan. Model anak-anak seperti ini biasanya juga punya banyak masalah di rumah dan di sekolah, hingga orang tuanya merasa angkat tangan. Menghadapi anak seperti ini, saya bersikap tegas, "Nurut sama bu rini, biar kamu jadi anak pintar! Mau nurut atau tidak? Karena kamu pada dasarnya pintar." Biasanya mereka menjawab, "Mau, Buu.' sambil tertunduk.
Butuh waktu satu tahun untuk "menjinakkan" model anak seperti ini.
Hingga suatu saat, saya pernah memiliki murid yang paling "ndableg" dan akhirnya paling sayang terhadap saya. Belum pernah ada guru les yang bertahan lama menghadapi anak itu. Dua minggu les di Lia dikeluarkan oleh pihak Lia karena main sepak bola dalam kelas saat guru menerangkan. Waktu itu, saya bersikap amat sangat galak terhadapnya. Bukan saja dia berani melempar kulit kacang ke arah kepala saya, tetapi kata-kata "binatang kaki empat" juga keluar ketika mengumpat saya. Tetapi saya tidak mau kalah dengan anak model seperti ini. Hingga kemudian, hubungan emosional antara saya dengan anak ini menjadi sedemikian dekatnya. Kita suka makan bakso bareng, makan empek-empek bareng, di saat-saat les. Waktu les 2 jam hanya kita gunakan 1/2 jam, selebihnya untuk makan bareng-bareng bersama dengan teman satu kelompoknya.
"Mengapa orang tua tidak protes?" Karena orang tua memang sudah menitipkan anaknya pada saya, dan mereka tahu apa yang saya lakukan terhadap mereka. Bagaimana hasilnya? Mereka saat ini bersekolah di sekolah "urutan atas" di Jakarta dan dikenal pintar di sekolahnya. "I love you, son!"
Catatan:
Ini adalah catatan pengalaman saya mengajar anak usia SMP (kelas 2 dan 3) dan SMA.
Bagi ortu yang mempunyai anak usia SD, pola pengajaran seperti ini kurang cocok diterapkan pada mereka.
Suatu saat, insya Allah saya akan menuliskan bagaimana menghadapi anak usia SD. Yang pasti harus dengan suasana "fun". Hingga anak-anak tidak menyadari bahwa mereka telah belajar banyak saat belajar sama saya. Anak kelas 1 SMP pun, masih saya perlalukan seperti anak-anak SD, hanya ada perbedaan sedikit.
Mengajar anak "bermasalah" = memotivasi
Berbagi pengalaman mengajar anak "agak berkebutuhan" khusus
1). Mengajar anak kelas 4 SD ranking terbawah di kelas
2). Mengajar anak kelas 4 SD dengan gangguan konsentrasi
3). Mengajar anak kelas 2 SD "lambat belajar"
4). Mengajar anak kelas 4 SD "tidak tahu apa yang harus dikerjakan"
5). Mengajar anak kelas 6 SD “fobia pada matematika”
6). Mengajar anak kelas 2 SMP "setengah jam berapa menit - tidak tahu"
1). Mengajar anak kelas 4 SD ranking terbawah di kelas
Bu Rini“Siapa namamu? Kelas berapa?” “Tara! Kelas 4 SD”
“Sudah hafal perkalian?” “Belum!”
“Buat sendiri daftar perkalian dan hafalkan”
Tara lantas membuat daftar 2x1, 2x2, 3x2, dst...sampai 9x9. Hanya memberikan contoh tulisan daftar perkalian 2x1 sampai 2x10 ke bawah. Bilangan perkalian 3 sampai 9, saya suruh buat sendiri.
Dari percakapan dengan mama Tara, saya tahu kalau Tara anak cerdas. Walaupun dia menempati ranking terbawah di kelas. “Taraaa, kamu itu anak pintar. Jadi Bu Rini yakin kamu akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit. Hafalkan yaaa.” “Haaaa, Ibu?” “Coba saja, kamu pasti bisa!” kata saya.
15 menit kemudian, saya test hafalan Tara dan ternyata dia hafal! “Ibu, Tara ini anak pintar. Kalau tidak pintar, dia tidak akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit...” Mama Tara senyam-senyum saja mendengar pernyataan saya. Tara juga kelihatan bahagia sekali, “Baru kali ini ada yang bilang kalau saya anak pintar!”. “Kamu itu memang pintar, Tara. Percaya sama Bu Rini.” ujar saya meyakinkan.
Bulan pertama, Tara saya ajarkan perkalian dan pembagian (jumlah pertemuan satu minggu sekali). Bulan kedua saya ajarkan pecahan. Bulan keempat, kurang bahan pelajaran, akhirnya saya ajarkan materi kelas 5 SD.
Hasil: kurang dari 20 kali pertemuan, Tara menempati ranking 6 di kelas. Sekarang, setiap ada pelajaran matematika guru sekolah berpesan agar Tara jangan menjawab pertanyaan guru dulu, “Tara jangan menjawab dulu ya.”
Hal yang terpenting saya katakan pada Tara adalah:
1. Setiap Tara melaporkan tugasnya saya selalu bilang, “Horeee, Tara memang pintaaarrr!” Sambil tepuk tangan.
2. “Kamu anak pandai”
3. “Supaya kelihatan pandainya, rajin belajar”
4. “Latihan matematika, hafalkan PKn, sejarah, IPA, dll”
5. “Bu Rini aku capai...” “Ya sudah, sana main dulu. Bu Rini beri waktu 10 menit ya.”
2). Mengajar anak kelas 4 SD dengan gangguan konsentrasi
“Sini, Nak. Belajar sama Bu Rini! Hari ini kita belajar bilangan bulat.” Saya ambil potongan kayu kecil-kecil. “Kamu utang 8 kayu sama Bu Rini. Bu Rini minta.” Anak itu “B” saya suruh memberikan semua potongan yang ada di tangannya. Saya pura-pura bilang, “Lah, kebanyakan ini. Kamu utangnya kan Cuma 8. Kebanyakan berapa?” Dst, saya ulang tidak sampai 5 kali, lantas saya sodorkan latihan soal untukn dia kerjakan.
Hasil nilai bilangan bulat : 100.
Pertemuan kedua dst, saya ajarkan pecahan hingga pecahan kelas 5. Giliran ulangan mendapat nilai 6,5 karena “B” lupa cara mengerjakan soal tertentu. Padahal soal itu sudah saya ulang-ulang. Mama B melaporkan kalau B hanya mendapat nilai 6,5. Saya hanya menjawab, “Saya disuruh bagaimana lagi. Usaha saya sudah maksimal. Dan saya juga bukan tipe guru yang harus mentargetkan nilai tertentu pada anak. Yang penting saya mengajarinya maksimal, tentang hasil lillahi ta’ala.”
Saya lantas menceritakan, bahwa saya juga pernah mengajar “C” (perempuan) dari kelas 4 SD. Pada saat ujian akhir sekolah, “C” hanya mendapat nilai matematika 6,5. Potensi “C” mulai muncul di tingkat SMP. Nilai ulangan harian matematika selalu di atas 8, suka mendapat nilai tertinggi di kelas, dan sekarang saat ditest IQ, IQ nya = 143. (Naik, jauh lebih tinggi dibanding saat SD). Saya katakan pada “C”, hasil test IQ-mu 143, itu sudah modal yang bagus untuk test potensi masuk ITB. “Wah, terpancar rasa bangga dan bahagia di wajahnya.” Kita bisa memotivasi anak dari segi mana pun. (Baik dari segi kelemahan maupun kelebihan).
Hasil saya mengajar B:
1. Anak bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat
2. Hobi bengong anak sudah hilang dan konsentrasi anak sudah membaik
3. Pemahaman anak terhadap soal cerita meningkat pesat
4. Anak malu lapor sama Bu Rini jika nilainya di bawah 7. Rasa malu ini saya pandang sebagai hal yang positif, artinya anak itu juga sebenarnya punya cita-cita untuk dapat meraih nilai yang baik. Jika anak mendapat nilai jelek, justru anak ini lebih sering saya puji. Saya katakan, “Kamu itu hebat. Mau les dan kerjakan PR. Lain kali yang teliti ya, biar nilainya lebih baik.” Setelah itu, nilai jelek tidak saya singgung-singgung lagi.
5. Insya Allah sih...saya menaruh harapan yang positif pada “B” ini. Tapi saya tidak menjanjikan ini pada orangtuanya. Insya Allah, B suatu saat akan dikenal jadi anak pintar di sekolahnya. Entah saat SMP atau SMA. Saya yakin itu.
Hal penting yang saya lakukan:
1. “B, jika kamu bisa mengerjakan 20 soal ini dengan cepat, kamu boleh main dan lesnya selesai. Tapi kalau kamu banyak bengong dan lama, nanti soalnya mau Bu Rini tambah jadi 40 soal. Mau milih yang mana?” Semua anak pasti memilih “mengerjakan 20 soal, cepat selesai, dan boleh main.” Lantas saya bilang, “Kalau lebih cepet lagi, Bu Rini korting deh, yang dikerjakan 15 soal saja...” Anak langsung gembira, “Horeee, dikorting.” Padahal itu mah, trik menghadapi anak saja.
2. “B, kerjakan PR ini ya. Kalau tidak mengerjakan, minggu depan kamu akan Bu Rini kasih PR 200 soal.” PR yang saya berikan kepada anak biasanya 10 sampai 15 soal. Anak pasti memilih mengerjakan PR.
3. Bagaimana jika anak tidak mengerjakan PR? Biasanya untuk menghindari tugas 200 soal, sebelum ditanya guru, anak akan melaporkan, “Bu Rini, maaf, aku tidak mengerjakan PR karena kemarin ada ulangan, tugas sekolah, dll.” Kalau ada alasan, biasanya saya hanya menjawab, “Ya sudah, kumpulkan minggu depan ya.”
3). Mengajar anak kelas 2 SD "lambat belajar"
Sebut saja namanya Bunga. Saya tahu kalau Bunga lambat belajar, karena saya memang kenal baik dengan keluarga Bunga. Orang tua Bunga kebingungan mencari guru les buat Bunga. Biasanya saya tidak pernah mau menerima anak kelas 2 SD. Minimal kelas 5 SD. Namun saya selalu tergerak untuk membantu anak-anak yang dianggap “bermasalah” oleh guru/teman/ortu. Saya katakan pada kakak Bunga, “Ajak Bunga belajar sama Bu Rini. Sini, Bu Rini ajari!” Orang tua Bunga sangat berterima kasih atas ajakan ini.
“Ibu, saya tidak akan mengajarkan konsep mengapa 3 + 5 = 8 dan 3 x 5 = 15. Itu sudah diajarkan di sekolah. Saya akan tabrak langsung saja. Percayakan sama saya, tetapi Ibu jangan banyak berharap “target hasil” dengan cepat dan dalam waktu yang singkat” “Iya,Ibu, saya mengerti”.
Pertemuan pertama, langsung saya ajarkan daftar perkalian dan seperti yang lain, menghafalkan perkalian tersebut. Ada hal yang terlewat pada pertemuan ini, ternyata Bunga juga masih berhitung penjumlahan satuan “dalam waktu lama” dengan jari.
Pertemuan kedua, Bunga saya suruh membuat daftar penjumlahan dan hafalkan. Pada pertemuan kedua ini, ada PR 2 lembar kertas untuk bunga. Menghafal perkalian dan penjumlahan satuan.
Hasilnya: Bunga sudah mulai hafal perkalian dan penjumlahan. Rencana bulan ini,penjumlahan, perkalian, pembagian. (Bunga baru 2 kali bertemu saya – murid baru).
Hal penting yang saya lakukan:
1. Awal pertemuan: Saya katakan pada Bunga, “Tidak masalah kamu mendapat nilai jelek dan ranking bawah di sekolah. Cuekin saja kalau ada anak yang mengejek. Hal yang paling penting adalah kamu rajin belajar. Itulah hebatnya kamu. Suatu saat kamu akan jadi anak pintar.”
2. “Minggu ini hafalkan tugas dari Bu Rini ya, kalau tidak nanti Bu Rini tambahin PR-nya jadi 200.” Kata saya sambil tertawa, agar anak tahu bahwa ucapan Bu Rini itu tidak serius tapi juga tidak main-main.
3. Akhir pertemuan: “Bunga, Bu Rini itu, waktu kelas 2 SD, nilainya jauh lebih jelek daripada kamu. Nilai Mama juga. Tapi Bu Rini sama Mama sekarang jadi pintar kaaan?” Bunga terlihat senang mendengar ungkapan saya.
4. Kebetulan saudara kembar Bunga masuk kelas akselerasi di sekolahnya. Saya katakan, “Bunga, saudaramu itu bisa cepat mengerjakan soal karena dibantu malaikat. Jadi kelihatan pintar sekali.” “Malaikatnya curang, kenapa tidak membantu aku.” “Karena kamu diberi banyak kelebihan sama malaikat, kamu anaknya baik, rajin belajar, mama papa mbak sayang kamu, dan yang penting kamu happy.” “Oh, iya Bu...” kata Bunga sambil tertawa. “Malaikatnya pengin kamu rajin belajar saja, pasti jadi pintar.”
Hari ini Bunga mendapat pengalaman yang sangat berharga dari pertemuan tersebut.
Padahal saudara....,saya mengajari anak kedua dan ketiga juga pusing tujuh keliling. Kejar sana, kejar sini, rasanya seperti berlari marathon dan tidak tahu kapan berhentinya. Mengapa?
Karena jika menghadapi anak kandung, saya tidak hanya memikirkan bagaimana belajar anak, tetapi juga memikirkan biaya terapi yang ruarrr biasa besarnya. Tetapi ini bukan masalah saya, karena ini menjadi ladang pahala yang amat besar dan mudah bagi saya. Mengapa saya katakan “Mudah!”. Tidak tahu mengapa, saya berkeyakinan salah satu diantara anak saya adalah anak yang sangat polos, tidak pernah niat berbuat salah, insya Allah terjaga dari dosa. Insya Allah, punya anak seperti ini adalah suatu karunia “ketenangan batin” yang mendalam....dan itu hanya bisa terceritakan dengan sesama orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus.
Keterangan: saya mengajar anak ini secara berkelompok (4 - 8 anak).
Bersambung
1). Mengajar anak kelas 4 SD ranking terbawah di kelas
2). Mengajar anak kelas 4 SD dengan gangguan konsentrasi
3). Mengajar anak kelas 2 SD "lambat belajar"
4). Mengajar anak kelas 4 SD "tidak tahu apa yang harus dikerjakan"
5). Mengajar anak kelas 6 SD “fobia pada matematika”
6). Mengajar anak kelas 2 SMP "setengah jam berapa menit - tidak tahu"
1). Mengajar anak kelas 4 SD ranking terbawah di kelas
Bu Rini“Siapa namamu? Kelas berapa?” “Tara! Kelas 4 SD”
“Sudah hafal perkalian?” “Belum!”
“Buat sendiri daftar perkalian dan hafalkan”
Tara lantas membuat daftar 2x1, 2x2, 3x2, dst...sampai 9x9. Hanya memberikan contoh tulisan daftar perkalian 2x1 sampai 2x10 ke bawah. Bilangan perkalian 3 sampai 9, saya suruh buat sendiri.
Dari percakapan dengan mama Tara, saya tahu kalau Tara anak cerdas. Walaupun dia menempati ranking terbawah di kelas. “Taraaa, kamu itu anak pintar. Jadi Bu Rini yakin kamu akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit. Hafalkan yaaa.” “Haaaa, Ibu?” “Coba saja, kamu pasti bisa!” kata saya.
15 menit kemudian, saya test hafalan Tara dan ternyata dia hafal! “Ibu, Tara ini anak pintar. Kalau tidak pintar, dia tidak akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit...” Mama Tara senyam-senyum saja mendengar pernyataan saya. Tara juga kelihatan bahagia sekali, “Baru kali ini ada yang bilang kalau saya anak pintar!”. “Kamu itu memang pintar, Tara. Percaya sama Bu Rini.” ujar saya meyakinkan.
Bulan pertama, Tara saya ajarkan perkalian dan pembagian (jumlah pertemuan satu minggu sekali). Bulan kedua saya ajarkan pecahan. Bulan keempat, kurang bahan pelajaran, akhirnya saya ajarkan materi kelas 5 SD.
Hasil: kurang dari 20 kali pertemuan, Tara menempati ranking 6 di kelas. Sekarang, setiap ada pelajaran matematika guru sekolah berpesan agar Tara jangan menjawab pertanyaan guru dulu, “Tara jangan menjawab dulu ya.”
Hal yang terpenting saya katakan pada Tara adalah:
1. Setiap Tara melaporkan tugasnya saya selalu bilang, “Horeee, Tara memang pintaaarrr!” Sambil tepuk tangan.
2. “Kamu anak pandai”
3. “Supaya kelihatan pandainya, rajin belajar”
4. “Latihan matematika, hafalkan PKn, sejarah, IPA, dll”
5. “Bu Rini aku capai...” “Ya sudah, sana main dulu. Bu Rini beri waktu 10 menit ya.”
2). Mengajar anak kelas 4 SD dengan gangguan konsentrasi
“Sini, Nak. Belajar sama Bu Rini! Hari ini kita belajar bilangan bulat.” Saya ambil potongan kayu kecil-kecil. “Kamu utang 8 kayu sama Bu Rini. Bu Rini minta.” Anak itu “B” saya suruh memberikan semua potongan yang ada di tangannya. Saya pura-pura bilang, “Lah, kebanyakan ini. Kamu utangnya kan Cuma 8. Kebanyakan berapa?” Dst, saya ulang tidak sampai 5 kali, lantas saya sodorkan latihan soal untukn dia kerjakan.
Hasil nilai bilangan bulat : 100.
Pertemuan kedua dst, saya ajarkan pecahan hingga pecahan kelas 5. Giliran ulangan mendapat nilai 6,5 karena “B” lupa cara mengerjakan soal tertentu. Padahal soal itu sudah saya ulang-ulang. Mama B melaporkan kalau B hanya mendapat nilai 6,5. Saya hanya menjawab, “Saya disuruh bagaimana lagi. Usaha saya sudah maksimal. Dan saya juga bukan tipe guru yang harus mentargetkan nilai tertentu pada anak. Yang penting saya mengajarinya maksimal, tentang hasil lillahi ta’ala.”
Saya lantas menceritakan, bahwa saya juga pernah mengajar “C” (perempuan) dari kelas 4 SD. Pada saat ujian akhir sekolah, “C” hanya mendapat nilai matematika 6,5. Potensi “C” mulai muncul di tingkat SMP. Nilai ulangan harian matematika selalu di atas 8, suka mendapat nilai tertinggi di kelas, dan sekarang saat ditest IQ, IQ nya = 143. (Naik, jauh lebih tinggi dibanding saat SD). Saya katakan pada “C”, hasil test IQ-mu 143, itu sudah modal yang bagus untuk test potensi masuk ITB. “Wah, terpancar rasa bangga dan bahagia di wajahnya.” Kita bisa memotivasi anak dari segi mana pun. (Baik dari segi kelemahan maupun kelebihan).
Hasil saya mengajar B:
1. Anak bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat
2. Hobi bengong anak sudah hilang dan konsentrasi anak sudah membaik
3. Pemahaman anak terhadap soal cerita meningkat pesat
4. Anak malu lapor sama Bu Rini jika nilainya di bawah 7. Rasa malu ini saya pandang sebagai hal yang positif, artinya anak itu juga sebenarnya punya cita-cita untuk dapat meraih nilai yang baik. Jika anak mendapat nilai jelek, justru anak ini lebih sering saya puji. Saya katakan, “Kamu itu hebat. Mau les dan kerjakan PR. Lain kali yang teliti ya, biar nilainya lebih baik.” Setelah itu, nilai jelek tidak saya singgung-singgung lagi.
5. Insya Allah sih...saya menaruh harapan yang positif pada “B” ini. Tapi saya tidak menjanjikan ini pada orangtuanya. Insya Allah, B suatu saat akan dikenal jadi anak pintar di sekolahnya. Entah saat SMP atau SMA. Saya yakin itu.
Hal penting yang saya lakukan:
1. “B, jika kamu bisa mengerjakan 20 soal ini dengan cepat, kamu boleh main dan lesnya selesai. Tapi kalau kamu banyak bengong dan lama, nanti soalnya mau Bu Rini tambah jadi 40 soal. Mau milih yang mana?” Semua anak pasti memilih “mengerjakan 20 soal, cepat selesai, dan boleh main.” Lantas saya bilang, “Kalau lebih cepet lagi, Bu Rini korting deh, yang dikerjakan 15 soal saja...” Anak langsung gembira, “Horeee, dikorting.” Padahal itu mah, trik menghadapi anak saja.
2. “B, kerjakan PR ini ya. Kalau tidak mengerjakan, minggu depan kamu akan Bu Rini kasih PR 200 soal.” PR yang saya berikan kepada anak biasanya 10 sampai 15 soal. Anak pasti memilih mengerjakan PR.
3. Bagaimana jika anak tidak mengerjakan PR? Biasanya untuk menghindari tugas 200 soal, sebelum ditanya guru, anak akan melaporkan, “Bu Rini, maaf, aku tidak mengerjakan PR karena kemarin ada ulangan, tugas sekolah, dll.” Kalau ada alasan, biasanya saya hanya menjawab, “Ya sudah, kumpulkan minggu depan ya.”
3). Mengajar anak kelas 2 SD "lambat belajar"
Sebut saja namanya Bunga. Saya tahu kalau Bunga lambat belajar, karena saya memang kenal baik dengan keluarga Bunga. Orang tua Bunga kebingungan mencari guru les buat Bunga. Biasanya saya tidak pernah mau menerima anak kelas 2 SD. Minimal kelas 5 SD. Namun saya selalu tergerak untuk membantu anak-anak yang dianggap “bermasalah” oleh guru/teman/ortu. Saya katakan pada kakak Bunga, “Ajak Bunga belajar sama Bu Rini. Sini, Bu Rini ajari!” Orang tua Bunga sangat berterima kasih atas ajakan ini.
“Ibu, saya tidak akan mengajarkan konsep mengapa 3 + 5 = 8 dan 3 x 5 = 15. Itu sudah diajarkan di sekolah. Saya akan tabrak langsung saja. Percayakan sama saya, tetapi Ibu jangan banyak berharap “target hasil” dengan cepat dan dalam waktu yang singkat” “Iya,Ibu, saya mengerti”.
Pertemuan pertama, langsung saya ajarkan daftar perkalian dan seperti yang lain, menghafalkan perkalian tersebut. Ada hal yang terlewat pada pertemuan ini, ternyata Bunga juga masih berhitung penjumlahan satuan “dalam waktu lama” dengan jari.
Pertemuan kedua, Bunga saya suruh membuat daftar penjumlahan dan hafalkan. Pada pertemuan kedua ini, ada PR 2 lembar kertas untuk bunga. Menghafal perkalian dan penjumlahan satuan.
Hasilnya: Bunga sudah mulai hafal perkalian dan penjumlahan. Rencana bulan ini,penjumlahan, perkalian, pembagian. (Bunga baru 2 kali bertemu saya – murid baru).
Hal penting yang saya lakukan:
1. Awal pertemuan: Saya katakan pada Bunga, “Tidak masalah kamu mendapat nilai jelek dan ranking bawah di sekolah. Cuekin saja kalau ada anak yang mengejek. Hal yang paling penting adalah kamu rajin belajar. Itulah hebatnya kamu. Suatu saat kamu akan jadi anak pintar.”
2. “Minggu ini hafalkan tugas dari Bu Rini ya, kalau tidak nanti Bu Rini tambahin PR-nya jadi 200.” Kata saya sambil tertawa, agar anak tahu bahwa ucapan Bu Rini itu tidak serius tapi juga tidak main-main.
3. Akhir pertemuan: “Bunga, Bu Rini itu, waktu kelas 2 SD, nilainya jauh lebih jelek daripada kamu. Nilai Mama juga. Tapi Bu Rini sama Mama sekarang jadi pintar kaaan?” Bunga terlihat senang mendengar ungkapan saya.
4. Kebetulan saudara kembar Bunga masuk kelas akselerasi di sekolahnya. Saya katakan, “Bunga, saudaramu itu bisa cepat mengerjakan soal karena dibantu malaikat. Jadi kelihatan pintar sekali.” “Malaikatnya curang, kenapa tidak membantu aku.” “Karena kamu diberi banyak kelebihan sama malaikat, kamu anaknya baik, rajin belajar, mama papa mbak sayang kamu, dan yang penting kamu happy.” “Oh, iya Bu...” kata Bunga sambil tertawa. “Malaikatnya pengin kamu rajin belajar saja, pasti jadi pintar.”
Hari ini Bunga mendapat pengalaman yang sangat berharga dari pertemuan tersebut.
Padahal saudara....,saya mengajari anak kedua dan ketiga juga pusing tujuh keliling. Kejar sana, kejar sini, rasanya seperti berlari marathon dan tidak tahu kapan berhentinya. Mengapa?
Karena jika menghadapi anak kandung, saya tidak hanya memikirkan bagaimana belajar anak, tetapi juga memikirkan biaya terapi yang ruarrr biasa besarnya. Tetapi ini bukan masalah saya, karena ini menjadi ladang pahala yang amat besar dan mudah bagi saya. Mengapa saya katakan “Mudah!”. Tidak tahu mengapa, saya berkeyakinan salah satu diantara anak saya adalah anak yang sangat polos, tidak pernah niat berbuat salah, insya Allah terjaga dari dosa. Insya Allah, punya anak seperti ini adalah suatu karunia “ketenangan batin” yang mendalam....dan itu hanya bisa terceritakan dengan sesama orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus.
Keterangan: saya mengajar anak ini secara berkelompok (4 - 8 anak).
Bersambung
Subscribe to:
Posts (Atom)
About Me
- Koeshartati Saptorini
- Saya, lulusan ITB, yang telah mengajar matematika SD hingga SMA selama lebih dari 20 tahun. (Dari tahun 1990 hingga sekarang).
Saya sangat menikmati dunia mengajar.
Saya juga mengajar anak SMA kelas Internasional hingga mereka bisa mengerti materi A Level matematika, fisika, dan kimia dengan lebih mudah.
Dalam mengembangkan materi pelajaran, saya mempunyai tenaga ahli, jurusan teknik fisika - ITB (S-1) dan teknik informatika - ITB (S-2).
Saat ini saya juga aktif memberi pelatihan "Bagaimana Mengajar Matematika Secara Mudah dan Menyenangkan" bagi guru-guru SD di Indonesia. Kegiatan ini dimotori oleh ITB88 Peduli Pendidikan.
Hubungi saya di:
facebook "Koeshartati Saptorini" https://www.facebook.com/rini.ks.5