Materi ini saya upload di facebook tanggal 18 Agustus 2011
Ajarkan sesuai kemampuan terbawah anak di kelas. Misalnya (unt SMA kelas 2) akan mengajarkan limit, ajarkan dulu konsep pecahan dan hubungkan dengan konsep limit. Untuk SMP kelas 2, ajarkan pecahan dan hubungkan dengan konsep aljabar. Untuk kelas 1 SMP, screening ulang, apakah sudah lancar operasi hitung bilangan bulat (positif, negatif), apakah ada yang belum hafal perkalian (suruh hafalkan dulu perkalian satuan --> perkalian puluhan, ratusan --> ajarkan pembagian) --> ajarkan pecahan. Tahapan ini juga berlaku untuk anak SD.
Jadi prinsipnya adalah ajarkan dari awal materi yang belum dikuasai anak. Jangan langsung loncat gara-gara mengikuti kurikulum. Jika saklek mengikuti kurikulum, pembelajaran tidak efektif. Guru harus mau menerangkan konsep dasar.
Dengan pembelajaran bertahap, maka anak tidak merasa kesulitan mengikuti pelajaran. Tahapannya lama-lama meningkat kesulitannya, hingga anak tidak sadar bahwa dia bisa menyelesaikan soal dengan tingkat kesulitan tinggi.
Hasilnya, "ternyata matematika itu mudah ya?!" komentar murid.
Saya baru saja mengajar anak (6 SD) ranking terbawah di kelas. Belum ada 8 kali pertemuan belajar sama saya, Gurunya heran tiba-tiba dia sekarang mendapat nilai 90 dan 100 terus. Apa yang saya ajarkan? Anak belum hafal perkalian satuan. Saya suruh menghafalkan. Ajari perkalian dari satuan hingga ratusan. Ajari pembagian sampai anak paham betul. Ajari pecahan sampai anak terampil betul. Lantas, materi yang lain mengajarkannya jadi mudah. Karena materi 6 SD ini, modal dasar yang harus dikuasi adalah kali, bagi, dan pecahan. Tapi kalau misalnya penjumlahan dan pengurangan belum lancar, ... ya harus diajari dari awal sekali. Konsep penjumlahan dan pengurangan.
Jika mengajarnya klasikal, gunakan metode "tutorial teman sebaya". Anak yang pandai dimintai mengajari temannya yang belum bisa.
No comments:
Post a Comment